ISLAM DAN SOSIAL BUDAYA
Oleh cahye negare
Kehidupan manusia tidak lepas dari perkembangan budayanya. Sejak manusia ada telah mengembangkan budaya yang muncul sebagai hasil interaksi antar anggota masyarakat. Dalam kaitan interaksi antar manusia al-Qur�an menjelaskan : Hai manusia engkau dijadikan laki-laki dan wanita untuk saling mengenal dan anda dibentuk berkabilah dan bekelompok (Q.S.al-Hujurat, 13)
Kebudayaan yang berkembang harus didialogkan dengan ajaran Islam, sebab Islam agama yang multidimensi yang salah satunya dinyatakan, bahwa:
Bukankah menghadap wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebajikan (al-birr), namun sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allâh, hari kemudian, para malaikat, kitab-kitab, para Nabî, dan memberikan harta yang dicintai kepada kerabatnya, anak yatim, orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang meminta-minta dan memerdekan budak, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang bertakwa(Q.S. al-Baqarah, 177).
Di satu sisi ayat tersebut memberi pemahaman bahwa Islam mengharus-kan sikap mengabdi yang tulus kepada Allâh sebagai refleksi keimanannya yang total. Disisi lain ia mengaitkan aspek ritual ibadah mahdlah keagamaan dengan aspek kemasyarakatan, ibadah muamalah yaitu tangung jawab sosial untuk membebaskan manusia yang lemah (mustad�afîn) dari belenggu kemiskinan, kesenjangan sosial, ketidakadilan, penyelewengan hak-hak asasi dan sebagai-nya.
Ketika Nabî mulai berdakwah dalam menyebarkan ajaran Islam ke tengah kaum Jahiliyah 15 abad yang silam, ia memprioritaskan penanaman tauhid sekukuh mungkin di samping menanamkan nilai-nilai akhlak al-karîmah dalam bentuk transformasi sosial dan penataan kualitas kehidupan masyarakat.
Antara penanaman iman yang melingkupi aspek moral transendental dan membudayakan nilai-nilai moral khususnya dalam merangkaikan interaksi sesama manusia pada dasarnya merupakan pengejawantahan cita-cita Islam. Maka idealisme Islam tidak lain kecuali menciptakan manusia yang bertauhid dimana menurut Amien Rais ciri-cirinya adalah memiliki komitmen utuh pada Allâh dengan cara maksimal berusaha menjalankan peran dan perintahnya. Menjadikan Islam sebagai way of life, bersikap progresif dengan selalu melakukan evaluasi terhadap kualitas kehidupannya. Tradisi dan paham hidupnya memiliki prinsip hidup yang jelas dan tidak terjerat kepada nilai-nilai yang palsu-disvalues, serta mempunyai visi yang konseptual dan aplikatif tentang kehidupan dirinya bersama dengan masyarakat.
Dengan demikian budaya yang berkembang yang diinginkan Islam adalah budaya yang tidak palsu (disvalues). Budaya-budaya yang berkembang di masyarakat Quraisy, didialogkan dengan ajaran Islam dan bahkan budaya itu diwarnai oleh nilai-nilai Islam. Agama Islam yang pertama kali muncul di tanah Arab membentuk budaya baru sebagai antitesa dari budaya orang-orang sebelumnya atau budaya masyarakat Quraisy. Masyarakat Quraisy era Nabî membentuk budaya dimana budaya itu ada yang diakomodasi sebagai nilai Islam ada pula budaya yang dihapuskan, karena tidak sesuai dengan nilai Islam dan nilai kemanusiaan secara universal.
Budaya berpakaian yang berkembang pada pra Islam masih terus dipakai oleh orang-orang Islam seperti budaya berpakaian menutup sekujur tubuh, memakai igal bagi laki-lakinya dan bagi perempuannya memakai pakaian hijab yang menutup aurat. Tetapi ada budaya yang bertentangan dengan ajaran Islam seperti budaya membunuh anak-anak perempuan yang baru lahir yang saat ini sudah dihapuskan.
Dalam kontek itu budaya yang banyak berkembang di dunia Islam saat ini adalah budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam seperti budaya negatif ala Barat. Barat telah menjadi trade mark kalangan muda juga kalangan tuanya seperti yang dilakukan orang tua berajojing antar laki-laki dan wanita di beberapa stasiun TV. Barat telah menjadi kiblat dalam berseni dan berfikir serta berprilaku. Apa yang datang dari Barat kalangan mudanya meniru begitu saja. Penyanyi Michael Jakson memakai anting di telinganya dengan cepat kaum muda memakai anting di telinganya. Di Perancis berkembang pakaian yang menunjukkan aurat yang sebenarnya tidak boleh diperlihatkan dengan segera ditiru oleh perancang mode di negeri ini. Di Barat ada sekelompok hippies dan berambuk cepak dengan cepat akan ditiru kalangan muda di sini. Kehidupan bintang film atau yang disebut dengan selebriti yang hidup semenleven dengan segera akan ditiru oleh selebriti di sini. Pasangan yang sering berganti-ganti di sini juga ditiru. Budaya-budaya yang negarif ini banyak berkembang. Gambaran budaya ini sebagai gambaran prinsip hidup yang mereka anut. Prinsip hidup mereka adalah materialisme, dan hedonisme. Prinsip hidup materialisme dipahami yang penting dalam hidup ini materi, materi segala-galanya, sementara hedonisme adalah yang penting dalam hidup ini merasakan kenikmatan atau bebas menikmati sesuatu meskipun dilarang oleh agama.
Budaya materialisme dan hedonisme banyak diikuti oleh generasi muda. Budaya ini mengagungkan materi atau kepuasan, memandang hal itu sebagai tujuan hidupnya, artinya mereka menuhankan benda, dan menuhankan hawa nafsu. Dalam Islam ajaran prinsip seperti ini bertentangan dengan ketauhidan dimana Islam mengajarkan bahwa Tuhan yang sebenarnya adalah Allâh (Q.S. al-Imran, 51; al-Fatihah, 4); bagi mereka yang menuhankan materi atau kepuasan hawa nafsu terkatagori kafir bahkan musyrik, dan bagi yang musyrik menanggung dosa tidak terampuni (Q.S. al-Maidah, 72; al-Nisa�, 48, 116). Imp-likasi lain dari paham ini adalah semaraknya seks bebas tanpa menikah. Islam sangat mengangkat harkat dan martabat manusia dibandingkan makhluk lain termasuk hewan. Untuk mengangkat harkat manusia diberi ajaran atau norma, berbeda dengan hewan yang tidak memiliki norma. Islam mengajarkan bahwa ada batasan pergaulan antara laki-laki dan wanita, mereka bebas melakukan hubungan seks setelah mereka diikat oleh perkawinan. Manusia yang melakukan sek bebas terkatagori zina, dan dosanya termasuk dosa besar (Q.S. al-Isra�, 32). Implikasi lain ada manusia yang melarikan diri dari problema hidupnya kepada narkoba atau morpin, yang seharusnya ia mengadu kepada Sang Pencipta. Ketika ia dalam keadaan resah atau gelisah hatinya, seharusnya ia mengadu kepada Tuhan, bukan kepada benda yang merusak dirinya. Merusak diri sendiri sehingga kehidupannya tidak bermanfaat bukan saja bagi diri dan keluarganya tetapi juga bagi masyarakat. Islam mengajarkan jangan menyakiti diri sendiri. Begitu juga muncul implikasi adanya para wanita yang memamerkan auratnya sehingga menjadi tontonan atau bahkan mengundang birahi lawan jenisnya. Islam mengajarkan bahwa wanita hendaklah menjaga auratnya bagi mereka yang memamerkan auratnya akan terkena dosa (Q.S. al-Ahzab, 59).
Budaya Barat banyak yang positif yang perlu ditiru, seperti budaya kerja keras, budaya disiplin, budaya bersih dan teratur serta budaya cinta ilmu dan melakukan penelitian. Budaya ini sebenarnya dari prespektif dokmatis telah diisyaratkan melalui ajaran Islam baik melalui nash al-Qur�an maupun Hadits baik secara ekplisit maupun implisit. Tentang kebersihan, hadits menyatakan al-nazhâpah min al-imân/kebersihan adalah sebagian dari iman. Keimanan merupakan ajaran Islam yang fundamental, oleh karena itu betapa fundamentalnya pula kebersihan itu bagi seorang muslim. Islam mengajarkan membersihkan diri ketika hendak melakukan shalat sebanyak 5 kali sehari semalam melalui berwudu�. Tradisi mandi bagi seorang muslim lebih dahulu dibandingkan dengan orang Barat; orang Islam telah terbiasa mandi sementara orang Barat belum mengenal tradisi itu. Mandi junub yaitu mandi yang membasuh seluruh badan dan rata, ketika seorang muslim keluar sesuatu (mani) dari alat kemaluannya; atau seorang wanita yang menyelesaikan nifas atau haid diwajibkan mandi. Sampai akhir hayat seseorang ketika dipanggil Tuhan dia dimandikan atau dibersihkan, setelah itu barulah dishalatkan dan dimaqamkan. Tentang waktu, Allâh sendiri bersumpah demi masa (wal �arsh) sesungguhnya manusia itu dalam kerugian kecuali orang beriman dan senantiasa bekerja dalam kehidupannya (Q.S. al-�Asr, 1-3). Tentang disiplin dan keteratur-an ini terkandung pula dalam ajaran waktu shalat, menunaikan shalat pada awal waktu, sesaat ia dipanggil untuk melakukan shalat. Ajaran shalat dilakukan secara teratur, di mulai dengan niat, takbir, membaca ayat al-Qur�an, dilakukan paling tidak dua rakaat ketika shalat subuh, hingga waktu isya sebanyak empat rakaat. Demikian pula ajaran Islam menganjurkan menuntut ilmu, ilmu apapun sejak dari buaian sampai keliang lahat, kewajiban menuntut ilmu untuk semua orang baik laki-laki maupun wanita (al-Hadits).
Budaya-budaya positif ini belum banyak diterapkan oleh umat Islam. Dari segi ajaran Islam sangat kaya tetapi dari segi aplikasi belum terbukti. Budaya menepati janji, budaya bersih, budaya disiplin, malahan hal-hal ini sudah diamalkan oleh umat yang lain seperti berkembang di negara-negara Barat, atau negara Asia Tenggara seperti Singapura. Budaya ini tampaknya di sekolah-sekolah Islam seperti pesantren atau madrasah perlu lebih banyak dicontohkan dan diterapkan di ruang belajar.
Selain itu muncul budaya lokal, tetapi bersifat negatif. Budaya kekerasan semakin menggejalah, seseorang dengan mudah membunuh atau menghilangkan nyawa orang lain baik karena alasan mengambil harta atau karena alasan memperkosa wanita karena untuk menghilangkan jejak. Perbuatan ini perbuatan terkutuk yang merupakan dosa besar. (Q.S. al-Nisa�, 92; al-An�am, 151; al-Isra�, 33; al-Furqan, 68). Kemudian, intoleransi kepada sesama berkembang. Islam mengajarkan umatnya untuk toleransi kepada keyakinan agama sekalipun. Dalam ayat ini berbunyi bahwa �tidak ada paksaan dalam agama� (Q.S. al-Kafirun, 6). Kenyataan berbeda keyakinan ini telah ditunjukkan di dalam al-Qur�an yang menyebut adanya agama Nasrani dan Yahudi (Q.S.al-Baqarah, 62).
Selanjutnya ada budaya mistik. Budaya mistik ini merupakan budaya primitif peninggalan masa nenek moyang. Pada waktu itu kepercayaan dinamisme dan animisme berkembang, yaitu kepercayaan banyak �dewa� atau sesuatu yang mempunyai kekuatan. Budaya ini telah merasuki berbagai kalangan. Untuk menaiki jabatan datang ke seseorang yang di pandang pintar (dukun atau paranormal). Untuk membalaskan sakit hati datang ke dukun dan dilakukan santet. Untuk mencari rezeqi datang ke dukun atau mendatangi kuburan atau mendatangi gunung dan dengan ritual tertentu akan melancarkan ekonominya. Perilaku mistik ini semakin berkembang melalui TV, banyak tayangan yang menayangkan bagaimana perilaku mistik, dengan mengekploitasi makhluk yang tidak tampak menjadi obyek tontonan.
Mistik, meminta ke dukun, ke kuburan, ke gunung, bukan minta langsung ke Allâh yang menciptakan alam ini. Setelah mereka melakukan ritual mereka berdagang sesuai dengan jurus-jurus yang selama ini dilakukan. Apabila tidak juga mengalami perkembangan mereka pergi lagi ke dukun, ke kuburan atau ke gunung. Atau mereka meminta ke dukun agar saingan berdagangnya tidak laku barang dagangannya. Demikian dalam rangka mencari uang mereka mengguna-kan hal-hal yang bersifat irasional, menggunakan setan atau babi ngepet untuk memperkaya diri. Jadilah mereka dikendalikan oleh setan. Hidup penuh mistik, sangat tergantung kepada hal yang irasional, dan berhamba kepada setan. Dimana kekuatan akal yang diberika Allâh kepadanya? Dimana sistem manajemen untuk mengembangkan usaha? Dimakah letak kerja keras dan pantang menyerah? Hal-hal tersebut dalam dunia mistik tidak diperlukan.
Bangsa yang penuh dengan mistik akan menonjolkan hal-hal yang tidak masuk akal. Bangsa seperti ini tidak akan pernah mencapai kemajuan dalam bidang IPTEK, karena kemajuan IPTEK ini harus menggunakan akal, dan terus menerus melakukan penelitian dan ekprimen, dan puncaknya tidak akan pernah ada peradaban bangsa Indonesia yang maju. Karena itu perbuatan mistik terkatagori dosa besar, dosa yang tidak terampuni karena menyekutukan Tuhan. Budaya mistik yang irasional akan melemahkan kekuatan atau kemam-puan akal yang diberikan Allâh. Hal-hal itu jelas terlarang dalam pandangan Islam, dan termasuk perbuatan syirik (Q.S. al-Maidah, 72; al-Nisa�, 48, 116).
Kemudian berkembang budaya kenduri atau seremonial, adalah budaya yang diadopsi oleh Walisongo dari agama sebelumnya yaitu Hindu. Budaya �sedekah� bagi orang Sumatera Selatan, selamatan bagi orang Jawa atau memperingati orang tua atau keluarga yang meninggal dunia melalui kenduri yang diisi dengan bacaan ayat al-Quran. Budaya ini ada yang menggambarkan budaya agama yang apresiatif, tidak kering, dan sebagai do�a. Tetapi, perlu pula dipertimbangkan, bukan dari segi ajaran tetapi dari segi psikologi sosial-ekonomi. Apalagi di saat masyarakat berada di tingkat kemiskinan. Di masyara-kat, banyak masyarakat muslim yang tidak mampu, ketika meninggal dunia, �wajib� menjalankan tradisi/budaya. Pernah suatu ketika si mayit sebelum meninggal berwasiat kepada keluarga yang masih hidup, harus menjual barang atau tanah yang satu-satunya milik keluarga. Harta itu sebenarnya dapat digunakan untuk kehidupan anak keturunannya, tetapi terpaksa dijual karena untuk memenuhi wasiat ini. Dalam kaitan ini dapat dikiaskan dengan kewajiban pergi haji, hanya diwajibkan bagi orang yang mampu, demikian pula kenduri hukumnya sunnah saja itupun bagi orang yang mampu. Tetapi dari segi psikologi sosial, orang yang tidak mampu, tidak mau dikatakan tidak mampu, dan takut pula kalau dikatakan tidak ikut tradisi, yang berakibat terkucil dari masyarakat, padahal sangat menyulitkan kehidupan anak cucunya. Kenduri sebagai tradisi salah satunya dapat membentuk ekonomi umat Islam tidak berkembang, karena umat Islam sepanjang hidupnya dibebani oleh banyaknya kenduri yang dipandang memiliki jiwa keagamaan seperti tradisi hari-hari besar Islam dan tradisi lokal yang dikatakan bersumber dari nash-nash Hadits.
Berbagai budaya seperti hilangnya rasa toleransi, mistik dan kenduri, muncul pula masyarakat berbudaya konsumtif, yaitu menghamburkan uang untuk sesuatu yang kurang bermanfaat. Atau bagi orang miskin, demi gengsi, mengeluarkan uang untuk sesuatu yang di luar kemampuannya�dia membeli barang mewah dengan cara menghutang melalui kredit yang tidak mampu dibayar atau menghutang kepada rentener dengan bunga uang yang besar, dan akibatnya rumah yang satu-satunya kekayaannya disita oleh Bank atau oleh rentener. Tindakan ini perbuatan yang menyerupai perbuatan setan yang terlarang dalam agama.
Demikian budaya-budaya yang perlu dihindari karena tidak sesuai dengan ajaran Islam. Budaya pada dasarnya tumbuh di masyarakat melalui interaksinya, baik melalui TV, internet maupun berhubungan langsung dengan orang-orang yang berbeda budaya dan keyakinan. Tetapi perlu difilter mana yang baik dan mana yang buruk, serta tidak membawa mudarat dan merendahkan harkat dan martabat bagi manusia itu sendiri.