Halaman

Sabtu, 10 November 2018

Kemenag Siapkan PMA Pendidikan Inklusif pada Madrasah

Kemenag Siapkan PMA Pendidikan Inklusif pada Madrasah

  • Kamis, 08 November 2018 12:28 WIB
Suasana penyusunan PMA Pendidikan Inklusif pada Madrasah di Bogor, Kamis (08/11)
Bogor (Kemenag) --- Kementerian Agama menyiapkan rancangan Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Pendidikan Inklusif pada Madrasah. Regulasi ini disiapkan dalam rangka memberikan peningkatan pelayanan pendidikan Islam di Indonesia.
“Saat ini praktik pendidikan inklusif sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh madrasah-madrasah di Indonesia. Namun, perkembangannya belum cukup masif,” ujar Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah A.Umar, saat membuka Bimtek Peningkatan Madrasah Inklusif, di Bogor, Kamis (08/11).
Penyiapan  PMA dilakukan dengan melibatkan pelaku-pelaku pendidikan inklusif pada madrasah. “Kita mengundang kepala madrasah, guru madrasah, serta perwakilan kemenag provinsi,” kata Umar.
Umar berharap, keberadaan PMA ini dapat mendorong madrasah untuk melakukan pendidikan inklusif. 
Kasubdit Kelembagaan dan Kerjasama Direktorat KSKK Madrasah Kemenag Abdulah Faqih menjelaskan,  penyelenggaraan pendidikan inklusif di madrasah sebenarnya sudah berlangsung sejak 2008. Namun baru pada 2013, Kemenag mulai mengembangkan kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif di madrasah.  
Menurutnya, dalam rentang 2015 – 2016, tercatat ada 22 madrasah yang ditetapkan sebagai penyelenggaraan pendidikan inklusif. Madrasah itu terdapat di beberapa provinsi, yakni: Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Banten.
“Nah, praktiknya saat ini madrasah penyelenggara pendidikan inklusif ini sudah banyak tersebar di beberapa provinsi lainnya. Tidak hanya pada 22 madrasah itu,” jelas Faqih.
“Dengan adanya PMA ini, diharapkan ada standarisasi pengelolaan pendidikan inklusif pada madrasah-madrasah yang telah menyelenggarakan layanan tersebut. Ini akan membuka peluang dilaksanakannya kolaborasi-kolaborasi untuk peningkatan layanan tersebut,” tutup Faqih.
Senada dengan Faqih, Emilia Kristiyanti dari Helen Keller Indonesia yang hadir sebagai salah satu narasumber juga menyampaikan pendidikan inklusif dapat berlangsung dengan baik, bila dilakukan kolaborasi oleh pelaku-pelaku pendidikan.
“Madrasah bila ingin menerapkan pendidikan inklusif, ya harus membangun kolaborasi-kolaborasi dengan lembaga atau pihak lain. Misalnya dengan sekolah luar biasa (SLB)  dan sebagainya,” ujar Emilia.