Sejarah Candi Bumiayu Muara Enim
Candi
Bumi Ayu
merupakan salah satu situs peninggalan agama Hindu yang terdapat di
pesisir sungai lematang, di hilir desa siku sebagai desa paling hilir
dari kecamatan rambang dangku masih kawasan Kabupaten Muara Enim
Propinsi Sumatera Selatan. dengan kata lain suksesnya candi bumi ayu
sebagai tujuan wisata akan berpengaruh pada perkembangan rambang
dangku.
Candi-candi di Bumi ayu merupakan death monument, artinya monumen
yang telah ditinggalkan masyarakat pendukungnya. Candi tersebut
ditinggalkan mungkin seiring dengan terdesaknya kekuatan politik
Hindu oleh Islam pada sekitar abad ke-16. Kemudian candi-candi itu
rusak dan terkubur tanah hingga ditemukan kembali oleh E.P. Tombrink
tahun 1864. Tinggalan monumental itu beserta sistem budayanya
benar-benar hilang pula dari ingatan kolektif pewarisnya. Hal itu
tampak bahwa penduduk Bumi ayu tidak mengenal fungsinya semula.
Cerita penduduk yang dicatat oleh A.J. Knaap tahun 1902 menyatakan
bahwa apa yang sekarang disebut candi di Bumi ayu itu adalah bekas
istana sebuah kerajaan yang disebut Gedebong Undang. Diceritakan pula
bahwa wilayah kerajaan tersebut sampai di Modong dan Babat. F.M.
Schnitger melaporkan bahwa di kedua desa tersebut terdapat pula
tinggalan agama Hindu (1934:4), namun kini telah hilang terkena erosi
Sungai Lematang.
Penduduk Bumiayu tidak mengenal pula kata “candi” sebelum ada
kegiatan penelitian, perlindungan, dan pemeliharaan di situs
tersebut. Kata “candi” diambil dari bahasa Jawa untuk
menggantikan kata “kuil” dari agama Hindu atau Budha. Namun,
orang Jawa yang mewarisi puluhan candi-candi itu pun tidak mengenal
lagi pengertian dan fungsi candi yang sebenarnya. Mereka menganggap
candi sebagai bangunan pemakaman atau penanaman abu jenazah, bukan
kuil dewa Hindu atau Budha. R. Soekmono (1974)
Candi ini merupakan satu-satunya Kompleks Percandian di Sumatera
Selatan, sampai saat ini tidak kurang 9 buah bangunan Candi yang
telah ditemukan dan 4 diantaranya telah dipugar, yaitu Candi 1, Candi
2, Candi 3 dan Candi 8. Usaha pelestarian ini telah dimulai pada
tahun 1990 sampai sekarang, dengan didukung oleh dana APBN. Walaupun
demikian peran serta Pemerintah Kabupaten Muara Enim cukup besar,
antara lain Pembangunan Jalan, Pembebasan Tanah dan Pembangunan
Gedung Museum Lapangan. Percandian Bumiayu meliputi lahan seluas
75,56 Ha, dengan batas terluar berupa 7 (tujuh) buah sungai parit
yang sebagian sudah mengalami pendangkalan.
Baru baru ini sedang dibangun dan diperlebar jalan dari teluk lubuk
menuju tanah abang yang melewati bebarapa desa di daerah rambang
dangku di sepanjang aliran sungai lematang sebagai salah satu akses
menuju kawasan candi bumi ayu.
Objek Wisata Candi Bumi Ayu terletak di Desa Bumiayu Kecamatan Tanah
Abang jarak antara kota Muara Enim sekitar 85 Km ditempuh dengan
kendaraan darat.
Candi Bumi Ayu pada saat ini masih dalam proses pengkajian dan
pemugaran, sehingga belum banyak informasi yang dapat diketahui,
sedangkan informasi tertulis dari Candi tersebut masih dalam proses
dipahami oleh Tim Pengkajian Peninggalan Purbakala Propinsi Sumatera
Selatan.
Sumber :
http://mocoe.wordpress.com/sejarah-%E2%80%9D-candi-bumiayu%E2%80%9D/