Sudah menjadi kebiasaan bahwa hari-hari terakhir di Bulan Sya’ban selalu dimanfaatkan oleh kaum muslimin untuk berziarah, baik ke makam anggota keluarga yang telah mendahului, maupun ke makam ulama dan para wali Allah. Suasana tersebut juga dirasakan di Kota Palembang, terlebih dengan digelarnya Ziarah Kubra Ulama dan Auliya Palembang Darussalam
Ziarah Kubra adalah tradisi turun temurun yang diwariskan oleh para salafus sholeh, baik dari kaum alawiyyin maupun para muhibbin di Kota Palembang. Selain untuk mengamalkan anjuran Rasulullah s.a.w. yaitu untuk mengingat kematian, ziarah kubra ini juga bertujuan untuk mendoakan para salafus sholeh serta mengharap keberkahan dari mereka yang memiliki kedekatan dengan Allah s.w.t.
Sebagai acara pembuka adalah Haul Al-‘Arif Billah Al-Habib Abdullah bin Idrus Shahab dan Al-‘Arif Billah Al-Habib Abdurrahman bin Hamid. Habib Abdullah bin Idrus adalah salah satu tokoh kebanggaan masyarakat Palembang, semasa hidupnya ia mempunyai kedudukan yang tinggi karena ilmu dan akhlaknya yang mulia, itu terjadi dimanapun ia berada, bahkan di Hadhramaut sekalipun ia mendapatkan penghormatan yang lebih dari para habaib.
Didalam kitab Tuhfatu Al-Ahbab fi Manaqib Al-Habib Alwi bin Abdullah bin Idrus bin Shahab disebutkan bahwa setiap kali Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, Seiwun datang ke kota Tarim, beliau selalu memuliakan dan mengutamakan Habib Abdullah untuk menjadi imam shalat baik di majlis umum maupun khusus. “Aku melihat semua hati manusia mencintainya dan tidak ada satupun yang memusuhinya”, katanya. Habib Abdullah adalah ayah dari Habib Alwi Qolbu Tarim, Hadramaut.
Di luar, puluhan pembawa bendera dan umbul-umbul serta grup marawis yang didominasi oleh anak-anak dan pemuda mengatur barisan serta melakukan persiapan untuk memandu peziarah selama perjalanan. Demikian pula Laskar Kesultanan Palembang Darussalam yang siap siaga memayungi para habib dan tamu kehormatan dengan payung kesultanan.
SYEIKH ABUBAKAR
Habib Pangeran Syarif Ali adalah seorang waliyullah yang ‘alim dan berwibawa, sehingga ia disegani oleh banyak orang. Syarif Ali dilahirkan di Palembang pada tahun 1795 M dari seorang ibu yang bernama Syarifah Nur binti Ibrahim bin Zain bin Yahya. Adapun ayahnya Habib Abubakar dilahirkan di kota Inat, Hadramaut. Habib Abubakar datang ke kota Palembang bersama ayahnya yaitu Habib Sholeh bin Ali sekitar tahun 1755 diakhir masa kepemimpinan Sultan Mahmud Badaruddin I. Setelah itu Habib Sholeh kembali ke Hadramaut dan meninggal di kota kelahirannya Inat.
Setelah Ziarah Ke Makam Habib Pangeran Syarif Ali,Para Arak-arakan Menuju :
PEMAKAMAN KESULTANAN
KAWAH TENGKUREP
Pemakaman ini dibangun pada tahun 1728 M oleh Sultan Mahmud Badaruddin I (1724-1758 M), seorang pemimpin yang adil sekaligus ulama yang hafal Al-Qur’an. Didalam pemerintahannya, Sultan Mahmud Badaruddin I banyak mengadakan musyawarah terutama dengan para habib, iapun memiliki guru-guru agama dari kalangan habaib, bahkan hampir semua putrinya dinikahkan dengan habaib.
Walaupun Hari Sudah Siang,Baik Hujan Maupun Panas Terik Matahari,Arak-arakan Masih Bersemangat Untuk Menuju :
PEMAKAMAN KESULTANAN DAN AULIYA’
KAMBANG KOCI
Konon, pada tahun 1151 H / 1735 M, Sultan Mahmud Badaruddin I mewakafkan sebidang tanah yang cukup luas untuk pemakaman anak cucu serta menantunya. Tanah pemakaman tersebut dinamakan Kambang Koci yang berasal dari kata-kata kambang (kolam) dan sekoci (perahu), karena jauh sebelumnya tempat itu merupakan tempat pencucian perahu.
Dalam sejarahnya, areal pemakaman ini telah beberapa kali berusaha direbut oleh pihak-pihak yang merasa berkepentingan. Bermula pada masa pendudukan Belanda sekitar tahun 1913 M, melihat posisinya yang begitu strategis terletak di tepi Sungai Musi, di kawasan ini dibangun Pelabuhan Boom Baru, dan berselang 11 tahun kemudian, Pihak Belanda berusaha mengambil areal pemakaman ini, namun pihak ahli waris mempertahankannya sehingga sampailah pada suatu pengadilan di Batavia (sekarang Jakarta) dengan dimenangkan oleh pihak ahli waris. Demikian pula pada masa penjajahan Jepang, upaya-upaya perebutan areal pemakaman tersebut masih terjadi namun tetap tidak berhasil.
Hampir keseluruhan keturunan Alawiyyin yang tinggal di Palembang memiliki silsilah bersambung dengan para habib yang dimakamkan di pemakaman ini, paling tidak silsilah dari sebelah ibu. Beberapa penghulu habaib yang dimakamkan disini antara lain Al-‘Arif Billah Al-Habib Syech bin Ahmad bin Syahab, seorang ulama besar yang dianugerahi tanah yang luas oleh Sultan Mahmud Badaruddin I. Tanah tersebut antara lain ia wakafkan sebagai tanah pemakaman kaum alawiyyin Palembang serta tanah wakaf masjid Daarul Muttaqien. Al-‘Arif Billah Al-Habib Ibrahim bin Zein bin Yahya (w.1790 M), seorang ulama besar yang menguasai Ilmu Fiqh, beliau adalah menantu Sultan Mahmud Badaruddin I yang beristerikan Raden Ayu Aisyah binti Sultan Mahmud Badaruddin I. Al-‘Arif Billah Al-Habib Alwi bin Ahmad Al-Kaaf, seorang wali Quthb, diceritakan bahwa pernah suatu kali saat ayahnya melakukan pelayaran ke Singapura dengan sebuah kapal. Di dalam perjalanan, kapal tersebut mengalami kebocoran, ketika akan diperbaiki ternyata kapal tersebut telah ditambal dari luar dengan sebuah sandal yang menutup rapat kebocoran tersebut. Setelah sandal tersebut diambil dan dihadapkan kepada Habib Ahmad, beliau mengenali bahwa sandal tersebut adalah milik anaknya, Habib Alwi. Setibanya di Palembang, didapati Habib Alwi tengah menunggu ayahnya dengan mengenakan sebelah sandal seraya meminta sandal yang satunya lagi dari ayahnya. Tatkala Habib Alwi wafat, datanglah surat dari Kampung Al-Hajrain, Hadhramaut (setelah 6 bulan perjalanan laut dari Hadhramaut ke Palembang) yang isinya menanyakan siapakah waliyullah di Palembang yang wafat sehingga di Kota Tarim, Hadhramaut terjadi gempa.
Banyaknya para wali yang dimakamkan disini membuat para peziarah selalu menyempatkan diri untuk singgah disini. Beberapa ulama besar yang pernah berziarah disini adalah, Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdor (Bondowoso), Habib Muhammad bin Husin Al-Idrus (Surabaya), Habib Salim bin Ahmad bin Jindan (Jakarta), Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang), Habib Ali bin Husin Al-Atthos (Bungur), Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid (Tanggul), Habib Abdul Qodir bin Ahmad Assegaf (Jeddah), Habib Umar bin Hafizh BSA dan Habib Ali Zainal Abidin Al-Jufri (Hadhramaut-Yaman).
Mengingat banyaknya waliyullah yang dimakamkan di Kambang Koci serta di beberapa pemakaman lainnya di Palembang, maka banyak pemuka habaib dari Hadhramaut menyebut Kambang Koci sebagai Zanbal (pemakaman para wali di Kota Tarim, Hadhramaut)-nya Palembang dan Kota Palembang sendiri sebagai Hadramaut Tsani alias Hadramaut Kedua.