Halaman

Senin, 14 Mei 2018

Presiden Ajak Mubalig Tentang Keras Aksi Terorisme

  • Senin, 14 Mei 2018 16:27 WIB
Presiden saat menghadiri acara Gerakan Nasional Mubalig Bela Negara (GN-MBN) di Jakarta. foto: Arif
Jakarta (Kemenag) --- Presiden Joko Widodo mengajak para mubalig (pendakwah) untuk bersama-sama menentang keras aksi terorisme.
"Inilah kewajiban para mubalig, kewajiban kita bersama. Sampaikan kepada santri dan jemaah, serta umatnya bahwa Islam tidak mengajarkan sesuatu kekerasan, yang biadab. Kita diajarkan agar lemah lembut, sopan santun, bertawadu, rendah hati, karena itu yang diajarkan oleh Nabi Besar kita Muhammad SAW," tutur Presiden di hadapan 1.000 mubalig yang memenuhi Ruang Serba Guna 2 Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Senin (14/05) siang.
Presiden menyatakan, menjadi kewajiban bersama untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia dari segala ancaman. Menurutnya negara Indonesia adalah negara besar. Maka untuk membuat perubahan dan kemajuan butuh upaya yang juga tak semudah membalikkan telapak tangan.
“Bahwa negara kita masih banyak kekurangan, ya, saya akui. Negara kita negara besar, mari kita benahi bersama,” tandasnya.
Di hadapan para mubalig yang baru saja mendeklarasikan Gerakan Nasional Mubalig Bela Negara (GN-MBN), Jokowi bercerita tentang peristiwa pengeboman tiga gereja di Surabaya yang terjadi hari Minggu, 13 Mei 2018.
Presiden Jokowi yang biasanya terlihat santai saat bicara di hadapan khalayak, tampak kelu. Sesekali dia menghentikan ucapannya sambil menarik napas panjang dan mengatupkan bibir di sela-sela penuturannya. Tampak jelas sorot matanya menunjukkan kegeraman berbalut kesedihan terkait peristiwa pemboman yang terjadi.
“Saya mengajak kita semuanya, utamanya kepada seluruh mubalig agar bisa bersama-sama kita menyampaikan bagaimana tidak bermartabatnya aksi teror tersebut,” kata Jokowi dengan nada agak meninggi mengawali ceritanya.
“Saya lihat sendiri (melalui CCTV-red), secara langsung jenazah teroris yang meledakkan diri,” ujar Presiden Jokowi. Para mubalig yang hadir dalam kegiatan Halaqah Nasional Hubbul Wathan dan Deklarasi Gerakan Nasional Mubalig Bela Negara, serta beberapa pejabat negara yang hadir pun tampak larut dalam penuturan Presiden RI Ke-7 tersebut.
Presiden bercerita bahwa dia melihat (melalui CCTV-red) bagaimana teroris membawa dua anak kecil saat melakukan pemboman. “Anaknya berumur 9 tahun dan 12 tahun di antar oleh ayahnya ke gereja. Kemudian digandeng ibunya dan masuk ke halaman gereja meledakkan diri," kata Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi pun mengaku tak habis pikir saat dirinya mendapatkan laporan bahwa pagi ini terjadi peledakan lagi di mana pelakunya juga membawa anak kecil. 
Tampak hadir, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Ketua Umum Ikhwanul Mubalighin Mujib Chudlori, Dewan Pembina Ikhwanul Mubalighin KH. Nur Iskandar SQ, dan Rokhmin Dahuri.

Lebih 1.000 Pendakwah Deklarasikan Gerakan Nasional Mubaligh Bela Negara

  • Senin, 14 Mei 2018 16:54 WIB
Perwakilan pendakwah membacakan Deklarasi Gerakan Nasional Muballigh Bela Negara di hadapan Presiden Joko Widodo dan Menag Lukman. (foto: Arief)
Jakarta (Kemenag) --- Lebih 1.000 pendakwah deklarasikan Gerakan Nasional Muballigh Bela Negara (GN-MBN) di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta. Deklarasi ini disaksikan Presiden Jokowi yang hadir didampingi Sekretaris Kabinet Pramono Anung dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Deklarasi ini dilakukan bersamaan kegiatan Halaqah Nasional Hubbul Wathan yang diselenggarakan oleh Ikhwanul Muballighin. Ketua Ikhwanul Mubalighin Mujib Chudlori menyatakan bahwa Deklarasi Gerakan Nasional Muballigh Bela Negara dilaksanakan sebagai wujud kecintaan pada NKRI.
"Hubbul Wathan Minal Iman. Cinta tanah air sebagian dari iman. Oleh karena itu, kewajiban tiap muslim untuk menjaga dan membela negaranya. Ikhwanul Muballighin siap berada di garis terdepan membela negara dan membela agama," tutur Mujib, Senin (14/05).
Dipimpin Rokhmin Dahuri, para juru dakwah ini kemudian membacakan deklarasi sebagai berikut :
Deklarasi Gerakan Nasional Muballigh Bela Negara
1. Kami Ikhwanul Muballighin dengan ini mendeklarasikan muballigh bela negara, yaitu muballigh :
2. Menjunjung tinggi Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, dan bela negara guna menjaga keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
3. Menanamkan jiwa dan sikap kepahlawanan, cinta tanah air dan bela negara guna menjaga keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta memajukan dan mensejahterakan bangsa Indonesia secara berkelanjutan.
4. Menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai ajaran Islam yang Rahmatan Lil’Alamin, inklusif, moderat menghargai kemajemukan realitas budaya dan bangsa sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
5. Menolak dan melarang berbagai bentuk kegiatan yang bertentangan dengan Pancasila dan anti Negara Kesatuan Republik Indonesia, perbuatan intoleransi, radikalisme, komunisme, liberalisme dan segala jenis kemaksiatan dan terorisme diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Presiden Joko Widodo mengapresiasi kegiatan tersebut. Jokowi pun menyatakan, menjadi kewajiban bersama untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia dari segala ancaman. “Saya kira ini (deklarasi) harus diteruskan dan ditindaklanjuti,” kata Jokowi.
Menurutnya, negara Indonesia adalah negara besar. Maka untuk membuat perubahan dan kemajuan butuh upaya yang juga tidak semudah membalikkan telapak tangan.  “Bahwa negara kita masih banyak kekurangan,  ya,  saya akui. Negara kita negara besar, mari kita benahi bersama,” ajaknya.

Terima Delegasi KAICIID, Menag: Indonesia Sangat Serius Tangani Terorisme

  • Senin, 14 Mei 2018 17:25 WIB

 Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menerima audiensi Duta Perdamaian Antar Agama Internasional (international fellow in interreligious dialogue), K Jakarta (Kemenag) - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menerima rombongan Duta Perdamaian Antar Agama Internasional (International Fellow in Interreligious Dialogue) King Abdullah bin Abdul Aziz International Center for Interreligious and Intercultural Dialogue (KAICIID), di Kantornya Jalan Lapangan Banteng Barat 3-4 Jakarta, Senin (14/05).
Kepada para delegasi yang menyambanginya, Menag menjelaskan mengenai situasi yang terjadi di Indonesia saat ini (terkait sejumlah aksi terorisme). Dijelaskan Menag, Indonesia sangat serius menangani persoalan terorisme.
"Semua mereka yang punya indikasi kuat mempunyai gerakan-gerakan atau tindakan ekstrim dan radikal, itu terus kita pantau. Hanya memang tantangannya, mereka (para teroris) bekerja dengan sistem share yang tentu tidak sepenuhnya bisa dianalisa, tapi setidaknya, salah satu yang menjadi tantangan di Indonesia adalah regulasi," katanya.

Diterangkannya, Indonesia tidak sebagaimana negara negara seperti Singapura, Malaysia yang memiliki regulasi untuk menindak seseorang meskipun dia baru terindikasi akan melakukan tindak kekerasan.
"Regulasi yang ada di Indonesia itu, aparat hukum baru bisa menangkap seseorang kalau yang bersangkutan sudah jelas-jelas melakukan tindakan kekerasan. Kalau masih rencana atau indikasi itu tidak bisa disentuh. Inilah yang sedang kami revisi yang dalam waktu dekat bisa kita lakukan," ujarnya.
Hadir dalam pertemuan ini 22 tokoh yang berasal dari Amerika Serikat, Kanada, Perancis, Belanda, Lebanon, Saudi Arabia, India, Nigeria, Uganda, Bangladesh, Tanzania, Rwanda, Filipina, dan Myanmar. Selain mewakili agama-agama yang sudah populer di Indonesia yaitu Islam, Kristen, Hindu, Budha, ada pula perwakilan dari Yahudi dan Sikhisme.
KAICIID didirikan oleh empat negara yaitu; Saudi Arabia, didukung Pemerintah Republik Austria, Kerajaan Spanyol, dan Tahta Suci Vatikan, dan berpusat di Wina Austria.
Dalam forum ini, duta Indonesia diwakili Alissa Qatrunnada Munawaroh atau sering dikenal dengan nama Alissa Wahid, putri pertama mantan Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dan dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Pradana Boy.
Mereka akan tergabung dalam jaringan International KAICIID Fellow Network dan bertugas mempromosikan perdamaian antaragama melalui berbagai cara, salah satunya adalah pertukaran kuliah.
Seorang anggota (fellow) dari agama tertentu akan diundang untuk memberikan kuliah kepada komunitas yang bukan dari agamanya untuk mengurai berbagai kesalahpahaman dan prasangka yang seringkali mewarnai hubungan antaragama.
“Salah satu faktor penghalang kedamaian dan hubungan harmonis antaragama adalah prasangka dan kesalahpahaman. Hanya dengan dialog intensif, keduanya bisa diatasi dan kedamaian serta hubungan harmonis antaragama bisa dicapai," kata Alissa Wahid.